Rabu, 16 Desember 2009

TEORI COMMON LINK G.H.A. JUYNBOLL, Melacak Akar Kesejarahan Hadits Nabi

haditsSunan Gunung Djati-Selama ini, umat Islam meyakini bahwa jika suatu hadits terdapat (terkodifikasi) dalam koleksi kitab-kitab kanonik (al-kutub as-sittah/at-tis’ah), maka secara otomatis hadits tersebut dinilai shahih, autentik berasal dari Nabi Muhammad SAW.

Tidak disangsikan lagi kebenarannya, dan oleh karenanya dapat dijadikan hujjah (dasar/pijakan) dalam menyelesaikan sebuah masalah. Namun, kenyataan ini akan berbeda sama sekali setelah kita mengkaji secara mendalam teori common link yang diperkenalkan oleh G.H.A. Juynboll dalam buku ini.

Meski relatif baru dan belum banyak dikenal, kehadiran teori ini ternyata mendapat antusiasme tersendiri di kalangan umat Islam, para pengkaji ilmu hadits pada khususnya. Kehadiran teori common link Juynboll ini tidak hanya berimplikasi pada upaya merevisi metode kritik hadits konvensional, tetapi juga menolak secara penuh seluruh asumsi dasar yang menjadi pijakan bagi metode (konvensional) tersebut. Tidak heran, banyak ahli hadits (Muhadditsun) yang menanyakan, apakah teori ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, dan didukung oleh fakta-fakta sejarah yang akurat, sehingga dapat diterima sebagai metode baru dalam menulusuri asal-usul sebuah hadits.

Berangkat dari persoalan inilah, Dr. Ali Masrur melakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan jawabannya. Dalam disertasi doktoralnya di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta pada tahun 2004 lalu, dia mengangkat teori common link ini sebagai pusat kajiannya. Nah, buku ini sesungguhnya adalah hasil penelitian Dr. Ali Masrur tersebut, kemudian diterbitkan oleh LKiS Yogyakarta dari judul aslinya: “Asal-Usul Hadits: Telaah atas Teori Common Link G.H.A. Juynboll”.

Common link adalah istilah yang dipakai untuk seorang periwayat hadits yang mendengar suatu hadits dari (jarang lebih dari) seorang yang berwenang, lalu mengajarkannya kepada sejumlah murid yang pada gilirannya kebanyakan dari mereka mengajarkannya (lagi) kepada dua atau lebih dari muridnya. Dengan kata lain, common link adalah periwayat tertua yang disebut dalam berkas isnad yang meneruskan hadits kepada lebih dari satu murid. Dengan demikian, ketika berkas isnad hadits itu mulai menyebar untuk pertama kalinya, di sanalah ditemukan common link-nya (hal. 03).

Kesimpulannya, teori ini berangkat dari asumsi, bahwa semakin banyak jalur periwayatan yang bertemu pada seorang rawi (periwayat hadits), semakin besar pula jalur periwayatan tersebut mempunyai klaim kesejarahan, shahih. Artinya, jalur periwayatan yang dapat dipercaya secara autentik adalah jalur periwayatan yang bercabang ke lebih dari satu jalur. Sementara yang bercabang ke (hanya) satu jalur (single strand), tidak dapat dipercaya –secara mutlak– kebenarannya, dha’if.

Sebelum Juynboll, fenomena common link ini sesungguhnya sudah dibicarakan oleh Ignaz Goldziher (1850-1921) dan Joseph Schacht (1902-1969 yang mengklaim dirinya sebagai generasi penerus Goldziher dalam teori common link ini. The Origins of Muhammadan Jurisprudence, terbitan Oxford adalah salah katu karyanya. Nah, dari kedua tokoh besar inilah, Juynboll (pakar sejarah Islam klasik dan hadits) melakukan eksplorasi lebih lanjut terhadap teori common link.

Sejak di bangku S1 di Leiden, Belanda, Juynboll sudah begitu gigih mencurahkan segenap upayanya melakukan penelitian terhadap otentifikasi hadits. Tak ayal, setelah tiga puluh tahun lebih, sejarah dan perkembangan hadits dapat dia kuasai dengan baik. Mulai dari hadits klasik hingga yang kontemporer. The Authenticity of the Tradition Literature, adalah salah satu bukti karya original, hasil penelitiannya terhadap pandangan para teolog Mesir tentang keshahihan sebuah hadits.

Terlepas dari pro dan kontra yang meliputinya, teori ini telah menghadirkan nuansa baru dalam wacana intelektualitas kita. Sebab, dengan menggunakan metode common link Juynboll ini, kita dapat melacak dan menemukan asal-usul hadits, kapan dan oleh siapa hadits tersebut disebarkan pertama kalinya. Di samping itu, teori common link juga menjadi wacana yang cukup menghangat. Sebuah wacana yang sangat radikal, fenomenal, sekaligus memancing perdebatan bagi setiap orang yang membacanya.

Praktis, buku ini pun mendapatkan tempat tersendiri di kalangan pelajar dan cerdik cendikia. Melalui buku ini, Dr. Ali Masrur mencoba menyajikan teori common link Juynboll dengan fantastik dan bahasa yang mudah dicerna. Pada Bab II dalam buku ini, misalnya, Dr. Ali Masrur mencontohkan secara langsung petunjuk dan langkah-langkah praktis untuk mengaplikasikan teori common link ini. Yang lebih menarik lagi, perdebatan sengit antara dua kubu, pro dan kontra (Sarjana Muslim dan Barat) juga turut menghiasi halaman buku ini, pada Bab IV. Ini menunjukkan kejeniusan Dr. Ali Masrur dalam “menjelentrehkan” teori ini. Selain itu, dalam penyajiannya, Dr. Ali Masrur juga banyak merujuk langsung ke sumber (literatur) aslinya, sehingga semakin memperkuat akurasi dari data yang disajikan.

Akhirnya, semoga kehadiran buku ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran baru bagi wacana keilmuwan kita dalam bidang ilmu hadits. Dan semoga dengan hadirnya teori common link yang diperkenalkan G.H.A. Juynboll dalam buku ini, semakin menambah wawasan kita (umat Islam) dalam upaya menemukan sebuah hadits yang autentik (shahih) sebagai landasan hukum kedua, setelah Qur’an.

M. Husnaini, Mahasiswa Semester Akhir Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar